Teori Ekonomi Klasik

Bookmark and Share
Teori Ekonomi Klasik. John Maynard Keynes (1883-1946) berpendapat bahwa pandangan klasik yang memusatkan perhatian analisa ekonominya pada teori harga, maka perlu dipahami arah penggunaan alat produksi dengan sempurna. Dalam hubungan ini maka pengertian klasik diperluas kepada para ahli ekonomi yang tidak menganggap tidak mungkin adanya suatu pengangguran yang tidak dikehendaki (involuntary unemployment). Salah satu hasil pemikiran kaum klasik yang sangat mempengaruhi dunia dalam era globalisasi adalah pemikiran mengenai perdagangan internasional. Pemikiran kaum klasik menentang pemikiran kaum merkantilis yang hanya mementingkan masuknya logam mulia dan berorientasi ekspor dengan meminimumkan impor barang dari luar negeri. Kaum merkantilis meletakan tekanan pada perdagangan luar negeri. Kaum physiokrat memandang pertanian sebagai sumber segala kemakmuran.

Adam Smith (1723-1790) sebagai tokoh aliran klasik menyatakan pendapatnya dalam bukunya yang berjudul ”Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” yaitu: ”Pekerjaan yang dilakukan suatu bangsa adalah modal yang membiayai keperluan hidup rakyat itu pada asal mulanya, dan dengan hasil-hasil pekerjaan tersebut dapat dibeli keperluan-keperluan hidupnya dari luar negeri.” Kapasitas produktif daripada kerja selalu bertambah dikarenakan adanya pembagian kerja yang makin mendasar dan rapi. 

Keuntungan adanya pembagian kerja dengan memberikan contoh sebuah pabrik jarum. Di dalam pabrik jarum tersebut seorang buruh secara pasti dapat membuat 20 buah jarum sehari. Dari hasil kunjungan Smith atas suatu pabrik jarum yang telah melakukan pembagian pekerjaan, ternyata 10 orang buruh dapat membuat 48.000 buah jarum, dengan pembagian pekerjaan yaitu ada yang khusus menarik kawat, ada yang khusus memotongnya dan ada yang khusus meruncingkan jarumnya, serta lainnya. Dari keadaan tersebut dapat dikemukakan bahwa pembagiaan pekerjaan yang dilaksanakan itu dapat mempertinggi hasil produksi setiap buruh dari 20 buah menjadi 4800 buah jarum atau meningkatkan sebanyak 240 kali lipat.

Pembagian pekerjaan sering dibedakan menjadi dua pengertian, yang pertama adalah membagi pekerjaan menjadi sederhana sehingga semua buruh dengan tingkat keahlian tertentu dapat melakukan pekerjaan. Pengertian yang kedua adalah pembagian pekerjaan bersusun yang membagi pekerjaan suatu kegiatan produksi menjadi beberapa bagian. Di dalam perkembangannya, konsep pembagian pekerjaan terus berkembang dan terarah kepada kegiatan pekerjaan yang terspesialisasikan, dan di dalam kegiatan produksi yang lebih modern terjadi pembagian pekerjaan sistem ban berjalan (”conveyor system”). Produksi masal mobil oleh Ford sendiri juga terinspirasi dari konsep pembagian pekerjaan, sehingga ongkos produksi semakin murah. Dengan ongkos produksi yang lebih efisien, harga yang ditawarkan dapat lebih kompetitif dengan produk lain. Saat ini konsep pembagian pekerjaan telah digunakan secara luas di hampir seluruh sektor industri  


         
David Ricardo (1772-1823) seorang tokoh aliran klasik menyatakan bahwa nilai penukaran ada jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang. Selanjutnya David Ricardo (1772-1823) juga membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat dan atau diperbanyak sesuai dengan kemauan orang, di lain pihak ada barang yang sifatnya terbatas ataupun barang monopoli (misalnya lukisan dari pelukis ternama, barang kuno, hasil buah anggur yang hanya tumbuh di lereng gunung tertentu dan sebagainya). Dalam hal ini untuk barang yang sifatnya terbatas tersebut nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari para calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat ditambah produksinya sesuai dengan keinginan maka nilai penukarannya berdasarkan atas pengorbanan yang diperlukan. David Ricardo (1772-1823) mengemukakan bahwa berbagai kesulitan yang timbul dari ajaran nilai kerja: 
1.    Perlu diperhatikan adanya kualitas kerja, ada kualitas kerja terdidik dan tidak terdidik, kualitas kerja keahlian dan lain sebagainya. Aliran yang klasik dalam hal ini tidak memperhitungkan jam kerja yang dipergunakan untuk pembuatan barang, tetapi jumlah jam kerja yang biasa dan semestinya diperlukan untuk memproduksi barang. Dari situ maka Carey kemudian mengganti ajaran nilai kerja dengan ”teori biaya reproduksi.”
2.     Kesulitan yang terdapat dalam nilai kerja itu bahwa selain kerja masih banyak lagi jasa produktif yang ikut membantu pembuatan barang itu, harus dihindarkan. Selanjutnya David Ricardo (1772-1823) menyatakan bahwa perbandingan antara kerja dan modal yang dipergunakan dalam produksi boleh dikarakan tetap besarnya dan hanya sedikit sekali perubahan.

Atas dasar nilai kerja, dibedakan di samping ”harga alami” (natural price) ada pula ”harga pasaran” (market price). Menurut aliran klasik (Adam Smith) ”harga alami” akan terjadi bilamana masing-masing warga masyarakat memperoleh kebebasan pilihannya untuk membuat sesuatu produk tertentu yang menurutnya lebih menguntungkan dan menukarkannya bilamana dinilai baik olehnya. Hal ini sejalan dengan pandangan kaum physiokrat. Istilah ”harga alami” (natural price) yang dikemukakan Smith adalah sama dengan istilah Cantillon ”valeur intrinsique” (nilai intrinsik), Turgot ”valeur fondamental” (harga pokok), Say ”prix reel” (harga real), Ricardo ”primery/natural/necessary price” (harga pokok) dan Cairnes ”normal price” (harga normal).

”Harga pasaran” dapat berbeda dengan ”harga alami” di mana akan menyesuaikan dengan keadaan penawaran dan permintaan atas barang yang bersangkutan. Demikian pula atas dasar pertimbangan tertentu, adanya peraturan pemerintah yang dapat menghalangi penyesuaian harga alami dengan harga pasaran. Tetapi bagaimanapun, harga alami akan menjadi acuan (pedoman) atas penetapan harga pasaran.
Sebelum Adam Smith menulis bukunya The Wealth of Nations (1776), Adam Smith telah menulis filsafat ilmu ekonominya pada tahun 1759 yang berjudul ”The Moral Sentiments.” Seperti halnya kaum physiokrat, Adam Smith beranggapan bahwa kepentingan masyarakat dan perorangan secara alami mempunyai persesuaian di mana persesuaian ini diciptakan oleh ”invisible hands.” Sedangkan dalam buku The Wealth of Nations, Adam Smith menulis antara lain bahwa “the nature and causes of the wealth of nations is what is properly called political economy” dan cukup menjelaskan apa yang harus menjadi tujuan ekonomi.

Setelah Adam Smith menjelaskan tentang pembagian pekerjaan, pertukaran barang, dan uang sebagai alat untuk memajukan pertukaran barang, selanjutnya memberikan analisis gejala nilai dan harga. Ada tiga komponen harga yaitu upah, sewa tanah dan laba. Kerja itu adalah sebab dan ukuran harga. Adam Smith membedakan antara kerja yang produktif dan kerja yang tidak produktif. Kerja produktif adalah kerja yang menghasilkan barang secara fisik nyata dan kerja yang tidak produktif adalah kerja yang tidak menghasilkan barang secara fisik nyata. Pentingnya menyimpan dinilai sebagai kewajiban dan sekaligus sebagai kebajikan untuk memperbanyak roti yang menjadi pokok keagamaan. Dalam hubungan ini Paul Leautaud mendefinisikan pengertian menyimpan “l’economie c’est l’art de ne pas vivre.” Pendapat Adam Smith mengenai sewa tanah adalah salah satu faktor yang menetapkan harga. Selanjutnya juga dikemukakan bahwa sewa tanah adalah akibat dan bukan sebab daripada tingginya harga hasil pertanian. Adam Smith tidak mengadakan perbedaan antara bunga modal dan untung pengusaha.


Jean Baptiste Say (1767-1832) membagi ”profit de l’entrepreneur de l’industrie” (laba pengusaha): Upah mereka menyerahkan kekayaan untuk keperluan industri (jadi kaum kapitalis), penggatian ”service capitaux.” Upah bagi pemilik tanah untuk ”service foncier.”

Penggantian untuk ”service industrial” yang diperoleh oleh pemimpin proses produksi. David Ricardo (1772-1823) menyatakan bahwa pembagian pendapatan masyarakat merupakan soal terpenting daripada soal ilmu ekonomi. Jikalau kaum physiokrat menerangkan tentang sewa tanah ada dikarenakan kapasitas produktif daripada tanah, sedangkan menurut Ricardo (1772-1823) sewa tanah timbul karena keterbatasan (kekurangan) tanah. Teori sewa tanah Ricardo (1772-1823) dikenal dengan ”Teori Sewa Tanah Diferensial” teori ini menyatakan bahwa pada tahap awal orang akan menggunakan tanah yang subur, dan karena keterbatasannya maka selanjutnya akan menggunakan tanah yang kurang subur. Masing-masing memiliki sewa tanah yang berbeda-beda. Sewa tanah adalah ganti rugi yang harus dibayar kepada pemilik tanah untuk pemakaian ”Original and indestructible powers of the soil.” Sedangkan Johan Heinrich von Thunen (1780-1850) menyatakan perbedaan tinggi rendahnya sewa tanah akibat perbedaan letak terhadap pasar penjualannya. Semakin dekat letak tanah dengan pasar produk yang dihasilkan maka akan menekan/mengurangi biaya angkut produknya ke pasar. Akibatnya sewa tanah tersebut relatif lebih tinggi daripada tanah yang letaknya lebih jauh dari pasar.


Mengenai kemiskinan, David Ricardo (1772-1823) dan Thomas Robert Malthus (1766-1834) mengemukakan bahwa kemiskinan penduduk adalah disebabkan ”kesalahan sendiri” karena tidak membentuk keluarga kecil. Hal ini dianggap sebagai perlawanan dari undang-undang orang miskin (poor law) yang saat itu berlaku di Inggris. Menurut Ricardo (1772-1823) undang-undang tersebit tidak akan memperbaiki kemiskinan, sebaliknya hanya mengurangi kemakmuran si miskin dan si kaya keduanya. Pendapat ini terutama timbul dari teori ”dana upah” yang sebelumnya telah diketengahkan oleh Cantillon, Turgot dan Smith. Menurut teori ini permintaan tenaga kerja akan tergantung daripada dana upah yang terakumulasi, daripada ”funds which are destined for the payment of wages” yang dihematkan, dan tiap jumlah uang yang dibayarkan kepada yang satu, dengan sendirinya dikurangi daripada yang lain. Itulah sebabnya bahwa bantuan kepada orang miskin adalah merugikan dana upah, jadi juga upah-upah kerja lainnya. Menurut Nasau William Senior besarnya upah rata-rata, tergantung daripada perbandingan antara jumlah yang disediakan para pengusaha bagi pembayaran upah, dan jumlah pekerja, pendapat serupa ini terdapat pula pada Stuart Mill. Namun teori dana upah ini adalah suatu pengulangan kata yang tak berarti; tidak ada yang dikemukakan selain daripada hal, bahwa upah rata-rata sama dengan dana upah, dibagi dengan jumlah pekerja dan sebaliknya dana upah itu harus dapat diketahui dari hasil kali upah rata-rata dengan jumlah orang upahan. Jika Ricardo (1772-1823) mengatakan bahwa dalam hal pertanian, pertambangan dan produksi industri, barang-barang dipertukarkan dalam bandingan jumlah kerja, yang dipergunakan untuk pembuatannya dalam keadaan marginal, maka profit sekarang dapat dipandangnya sebagai ganjaran, biarpun ia tidak banyak menaruh perhatian terhadap residu ini. Rangkuman prognosa Ricardo (1772-1823) tentang pembagian penghasilan masyarakat dapat dirumuskan ”rent naik, profit turun, sedangkan upah tetap.” Tentang profit yang menurun sehingga merupakan suatu tendensi penurunan, disambut oleh Marx (1818-1883) dengan pernyataannya yang dianggap sebagai bukti untuk menerangkan keruntuhan kapitalisme. Sedangkan menurut Keynes sebaliknya menggunakannya untuk menunjukkan perlunya politik konjungtur (bussiness cycle) tertentu. Sedangkan bagi Ricardo (1772-1823) cukup dijelaskan bahwa pengusaha-pengusaha yang pertama atau lebih awal di dalam merealisasikan pendapat barunya (invention) akan memperoleh premi kedahuluan, sedangkan pengusaha yang belakangan akan memperoleh bagian yang relatif kecil. Hal mana sejalan dengan teori keuntungan pengusaha yang dinamis yang diketengahkan oleh Joseph Schumpeter.


Atas dasar pemikiran kaum klasik mengenai profit yang menurun, negara barat berlomba-lomba untuk ”menjual” penemuan dan rela untuk membiayai penelitian. Bagi Indonesia sendiri, penelitian dianggap sebagai suatu biaya yang akan terbuang percuma, sehingga Indonesia terus ketinggalan karena tidak pernah memperoleh premi kedahuluan dan hanya memperoleh bagian yang kecil atas produksi produk teknologi lama.


Perdagangan sudah menjadi isu penting sejak jaman para filusuf yang mempermasalahkan apakah perdagangan itu secara moral diterima atau tidak. Kaum merkantilis mengangkat citra perdagangan walaupun masih sebatas memperbanyak logam mulia masuk ke dalam suatu negara (berorientasi ekspor). Kaum klasik mencoba menjelaskan keuntungan dari kerjasama perdagangan internasional. Adam Smith memulai mengajukan teori keuntungan absolut (absolute advantage), sedangkan David Ricardo memperbaikinya dengan mengajukan teori keuntungan komparatif (comparative advantage). Berbeda dengan pendapat Smith yang mengajukan perdagangan akan menguntungkan apabila suatu negara memperdagangkan barang yang secara mutlak menguntungkannya. Ricardo berpendapat bahwa suatu negara akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan karena masing masing pihak mengambil relative efficient tenaga kerjanya masing-masing, (devisimpuru).


{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar