HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1. Mortalitas larva S. mauritia pada uji Laboratorium
Data pengamatan persentase mortalitas larva S.mauritia pada pengamatan 1 HAS, 2 HAS, 3 HAS, 4 HAS, 5 HAS, dan 6 HAS, pada uji laboratorium disajikan pada Tabel Lampiran 1a, 2a, 3a, 4a, 5a, dan 6a. Sedangkan hasil analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 1c, 2c, 3c, 4c, 5c, dan 6c.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai konsentrasi nematoda entomopatogen berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva S.mauritia pada tanaman padi.
Tabel 1. Rata – rata (ekor) mortalitas larva S. mauritia 1 – 6 hari setelah aplikasi pada setiap perlakuan setelah di Tranformasi ke √x + 0,5
Perlakuan | Hari setelah aplikasi (10 ekor larva /unit percobaan) | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | |
po P1 P2 P3 P4 | 0.71 d 2,61 bc 3,88 abc 4,13 ab 5,03 a | 0.71 d 3,88 bc 5,03 abc 5,48 ab 6,34 a | 0.71 e 4,45 d 7,77 abc 8,20 ab 8,39 a | 1,97 e 4,31 d 8,30 abc 8,90 ab 9,18 a | 1,97 e 4,89 d 8,75 abc 9,46 ab 9,60 a | 1,97 e 4,89 d 9,18 abc 9,59 ab 9,75 a |
BNJ 0,05 | 1,88 | 1,33 | 1,39 | 1,84 | 1,69 | 1,79 |
Ket.: Angka yang di ikuti dengan huruf yang sama pada kelom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ (0,05)
Gambar 1. Rata-rata mortalitas larva S. mauritia pada berberapa
perlaku konsentrasi setelah ditranformasi ke √x + 0,5
Hasil uji BNJ pada taraf 5 % (0,05) pada tabel 1 diatas, menunjukan bahwa pada perlakuan berbagai konsentrasi nematoda entomopatogn terhadap pengamatan larva S. mauritia terdapat kecenderungan bahwa pada pengamatan 1 HSA dan 2 HSA, perlakuan P2, P3 dan P4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun berbeda nyata dengan P4 dan sangat nyata dengan Po. Sedang pada pengamatan 3 HSA, 4 HAS, 5 HSA, dan 6 HSA, perlakuan P4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan P2 dan P3 namun berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan Po, demikian halnya perlakuan P2 dan P3 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P1 dan Po. Sedangkan perlakuan P1 dan Po menunjukkan perbedaan yang nyata. Grafik 1 memperlihatkan bahwa tingkat presentase mortalitas larva S.mauritiapada berbagai perlakuan konsentrasi nematoda entamopatogen cenderung naik pada semua perlakuan hingga pengamatan 6 HSA. Tingkat mortalitas pada P1 berada pada kisaran 2,61 sampai 4,89 . P2 pada kisaran 3,88 sampai 9,18, P3 pada kisaran 4,13 sampai 9,59. Sedang P4 pada kisaran 5,03 sampai 9,75 .
4.1.2. Presentase dan Jumlah Larva yang Menjadi Pupa
Hasil pengamatan pada uji laboratorium menunjukkan bahwa perlakuan berbagai konsentrasi nematoda entomopatogen terhadap presentase dan jumlah larva S.mauritia tanaman padi yang menjadi pupa pada pengamatan 7 HSA untuk setiap unit perlakuan menunjukkan bahwa presentase tertinggi terjadi pada perlakuan control ( Po ) sebesar 95 %. Sedang terendah pada perlakuan P4 sebesar 5 %. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 dan Grafik 2 di bawah ini.
Tabel 2. Hasil pengamatan jumlah larva yang berhasil menjadi pupa
pada 7 HSA pada setiap perlakuan pada uji laboratorium
Perlakuan | Jumlah larva jadi Pupa | Presentase ( % ) |
Po | 38 | 95 |
P1 | 29 | 72,5 |
P2 | 6 | 15 |
P3 | 3 | 7,5 |
P4 | 2 | 5 |
4.1.3 Pembahasan.
Berdasarkan hasil pengamatan perlakuan nematoda entamopatogen Steinernema sp terhadap larva S. mauritia seperti terlihat pada tabel 1 dan Grafik 1 mempelihatkan kecenderungan presentase mortalitas larva S.mauritia meningkat dari pengamatan 1 HSA hingga 6 HSA, pada berbagai perlakuan konsentrasi nematoda entomopatogen Steinernema sp.
Mortalitas larva S. mauritia pada perlakuan P4 menunjukan mortalitas yang tinggi di banding dengan perlakuan lainnya. Keadaan tarsebut memberikan gambaran bahwa dengan perlakuan kosentrasi nematoda entomopatogen yang tinggi cenderung menunjukkan mortalitas larva S. mauritia yang tinggi pula. Namun demikian pada perlakuan P1, .P2 dan P3 juga menunjukkan mortalitas larva S. mauritia pada pengamatan 1 HSA (24 jam setelah aplikasi ). Hal tersebut diduga bahwa larva S. mauritia pada tanaman padi merupakan salah satu inang yang cocok dari strain nematode entomopatogen Steinernemasp yang teruji.
Tingginya kematian larva S. mauritia 6 HSA ( 144 Jam ) karena nematoda telah berkembang menjadi banyak, sehingga penyebaran bakteri simbionya menjadi lebih cepat pula. Bakteri yang telah mencapai haemocoel serangga akan mempercepat kematian ( Marinaide et.al., 1993 dalam Subagiya. 2005) lebih lanjut dikemukakan bahwa pada lingkungan yang cocok virulensi nematoda menjadi lebih tinggi sehingga akan meningkatkan kemampuan nematoda untuk menemukan inangnya. Nematode entomopatogenik yang menemukan inang akan segera berkembang dan memparasitasi inang tersebut (De Deucot et al. 1998 dalam Subagiya. 2005) lanjut Fuxa dan Tanada (1987) dalam Subagiya, (2005) mengemukakan bahwa organisme yang hidup pada inang yang sesuai akan tumbuh dan berkembang dengan baik karena kebutuhan nutrisi dapat dipenuhi dari inang, sehingga kematian serangga inang dapat nerlangsung dengan cepat.
Hasil analisa pada tabel 2 dan gambar 2 menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi nematoda entomopatogen Steinernema sp, terhadap j persentase dan jumlah larva S. mauritia yang menjadi pupa berpengaruh nyata, artinya semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin sedikit jumlah larva berhasil menjadi pupa. Persentase jumlah larva menjadi pupa seperti tabel 2 tersebut yaitu Po sebesar 95 %, P1 sebesar 72.5 %, P2 sebesar 15 %, P3 sebesar 7,5 %, dan P4 sebesar 5 %. Pengamatan menunjukan pupa yang terbentuk dari percobaan yang diaplikasikan dengan nematoda entomopatogen Steinernama sp sebagian tidak terbentuk normal dan semua pupa yang terbentuk pada perlakuan P2, P3 dan P4 tidak berhasil menjadi imago, sedangkan pada perlakuan P1 hanya sekitar 37,93% pupa yang terbentuk berhasil menjadi imago, ini terjadi mungkin sebelum larva S.mauritiaberhasil menjadi pupa,nematode telah berhasil melakukan penetrasi kedalam larva tersebut namun belum dapat mematikannya. Dan pada perlakuan P0, semua pupa yang terbentuk berhasil menjadi imago (Lampiran 7a)
Menurut Trisawa (2007) kemampuan nematoda menghasilkan enzim Proteolitik juga akan membantu mendegradasi susunan kutikula. Jika penetrasi berhasil maka faktor kerjasama nematode dengan bakteri simbion akan menentukan patogenisitas terhadap inang. Nematoda dapat membunuh inang tanpa bakteri simbion tetapi nematoda tersebut tidak dapat berproduksi, sebaliknya bakteri tidak dapat masuk kedalam hemocoel serangga tanpa adanya nematoda.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Uhan (2006) terhadap larva S.litura yang menyatakan bahwa Perlakuan Steinernema carpocapsae pada kepadatan populasi 400 dan 800 Ji.ml-l dapat menyebabkan kematian larva S.liturasebesar 87,50 % dan 95,50 %, efikasinya setara dengan penggunaan insektisida Metoksifenosida konsentrasi 2 ml. l. dapat mengakibatkan mortalitas larva S.litura sebesar 97,50 % pada 72 jam setelah aplikasi. Dan agak berbeda dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Subagiya (2005), yang menyimpulkan estimasi konsentrasi S.carpocapsae yang mampu mematikan 50% populasi S.litura, adalah 4979,47 larva /ml. ini merupakan konsentrasi yang sangat tinggi bila di banding hasil pada penelitian ini.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
- Semakin tinggi konsentrasi nematoda entomopatogen steinernemasp yang digunakan maka semakin tinggi pula persentase mortalitas larva S. mauritia
- Perlakuan P2 dengan konsentrasi nematoda 1000 Jl / 2 ml air merupakan konsentrasi yang telah dapat mematikan 84,16 % Larva S.mauritia dalam waktu 6 hari setelah aplikasi efektif dan efisien untuk digunakan.
5.2. Saran
- Dengan adanya pengaruh yang signifikan dalam penggunaan
nematoda entomopatogen untuk pengendalian larva S. mauritia khususnya pada tanaman padi seperti dalam hasil penelitian maka akan memberikan pengharapan akan pengendalian alternatif tanpa pestisida. Penggunaan bioinsektisida semacam nematoda entomopatogen merupakan pilihan yang mungkin dapat diberikan kepada petani dimasa mendatang ditengah kegalauan akan bahaya yang selalu mengintai akibat penggunaan pestisida akhir-akhir ini.
-Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pemanfaatan nematoda entomopatogen Stenernema sp dalam pengendalian OPT di lapangan, baik pada tanaman padi, palawija, maupun pada
tanaman sayuran.
tanaman sayuran.
{ 1 komentar... Views All / Post Comment! }
Gan steinernema nya beli dimana? Bagi info gan? Lagi butuh juga..
Posting Komentar